INDONESIA
SEBAGAI NEGARA DEMOKRASI SEKALIGUS NOMOKRASI
Ide
Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’,
juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari
perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam
demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah
kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan
kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan
erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan
tertinggi. Dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu
dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di
Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang
sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.
Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu
sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
I.
IMPLEMENTASI DEMOKRASI DAN NOMOKRASI DALAM
SISTEM KONSTITUSIONAL UUD 1945
Negara
Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat
atau democratie (democracy). Pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara
adalah rakyat. Kekuasaan yang sesungguhnya adalah berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan diselenggarakan
bersama-sama dengan rakyat. Dalam sistem konstitusional Undang-Undang
Dasar, pelaksanaannya kedaulatan rakyat itu disalurkan dan diselenggarakan
menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan
konstitusi(constitutional democracy). Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat
(democratie) dan kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan
secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itu,
Undang-Undang Dasar negara kita menganut pengertian bahwa Negara
Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi (democratische
rechtstaat) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasarkan atas
hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Kedaulatan
rakyat (democratie) Indonesia itu diselenggarakan secara langsung dan
melalui sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat
itu diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Daerah; presiden dan wakil presiden; dan
kekuasaan Kehakiman yang terdiri atas Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah
Agung.
Dalam
menentukan kebijakan pokok pemerintahan dan mengatur ketentuan-ketentuan hukum
berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang (fungsi Legislatif), serta
dalam menjalankan fungsi pengawasan (fungsi kontrol) terhadap jalannya
pemerintahan, pelembagaan kedaulatan rakyat itu disalurkan melalui sistem
perwakilan, yaitu melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah provinsi dan
kabupaten/kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui
sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penyaluran
kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy) dilakukan melalui
pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan dan memilih Presiden
dan Wakil presiden. Di samping itu, kedaulatan rakyat dapat pula disalurkan
setiap waktu melalui pelaksanaan hak dan kebebasan berpendapat, hak atas
kebebasan pers, hak atas kebebasan informasi, kebebasan pers, hak atas
kebebasan berorganisasi dan berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang dijamin
dalam Undang-Undang Dasar. Namun, prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat
langsung itu hendaklah dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan
prosedur demokrasi (procedural democracy).
Sudah
seharusnya lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah diberdayakan
fungsinya dan pelembagaannya, sehingga dapat memperkuat sistem demokrasi yang
berdasar atas hukum (demokrasi Konstitusional) dan prinsip negara hukum yang
demokratis tersebut di atas.
Bersamaan
dengan itu, negara Indonesia juga disebut sebagai Negara Hukum (Rechtstaat),
bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya
pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip
pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam
Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan
bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang
berkuasa.
Dalam
paham Negara Hukum yang demikian itu, pada hakikatnya hukum itu sendirilah yang
menjadi penentu segalanya, sesuai dengan prinsip nomokrasi (nomocrasy) dan
doktrin ‘the Rule of Law, and not of Man’. Dalam kerangka ‘the rule of
Law’ itu, diyakini adanya pengakuan bahwa hukum itu mempunyai kedudukan
tertinggi (supremacy of law), adanya persamaan dalam hukum dan pemerintah
(equality before the law), dan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya
dalam kenyataan praktek (due process of law).
Namun
demikian, harus pula ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan
ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum
dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat.
Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan
menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat (democratische
rechtsstaat). Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan
dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat). Prinsip Negara
Hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang
diatur dalam Undang-Undang Dasar. Puncak kekuasaan hukum itu diletakkan pada
konstitusi yang pada hakikatnya merupakan dokumen kesepakatan tentang sistem
kenegaraan tertinggi. Bahkan, dalam sistem presidensil yang dikembangkan,
konstitusi itulah yang pada hakikatnya merupakan Kepala Negara Republik
Indonesia yang bersifat simbolik (symbolic head of state), dengan keberadaan
Mahkamah Konstitusi sebagai penyangga atau ‘the guardian of the Indonesian
constitution’.
Ketentuan
mengenai cita-cita negara hukum ini secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat
(3) UUD 1945, yang menyatakan: ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’, sebelum
ini, rumusan naskah asli UUD 1945 tidak mencantumkan ketentuan mengenai negara
hukum ini, kecuali hanya dalam penjelasan UUD 1945 yang menggunakan istilah
‘rechtsstaat’. Rumusan eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum baru terdapat
dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar
Sementara Tahun 1950. Untuk mengatasi kekurangan itulah maka dalam perubahan
ketiga UUD 1945, ide negara hukum (rechtstaat atau the rule of law) itu
diadopsikan secara tegas ke dalam rumusan pasal UUD, yaitu pasal 1 ayat (3)
tersebut di atas. Sementara itu, ketentuan mengenai prinsip kedaulatan rakyat
terdapat dalam pembukaan dan juga pada pasal 1 ayat (2). Cita-cita kedaulatan
tergambar dalam Pembukaan UUD 1945, terutama dalam rumusan alinea IV tentang
dasar negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila. Dalam alinea ini,
cita-cita kerakyatan dirumuskan secara jelas sebagai “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
Sedangkan
dalam rumusan pasal 1 ayat (2), semangat kerakyatan itu ditegaskan dalam
ketentuan yang menegaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
II.
KESIMPULAN
Prinsip
kedaulatan rakyat (democratie) dan kedaulatan hukum (nomocratie)
diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama.
Untuk itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menganut
pengertian bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang
demokrasi (democratische rechtstaat) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi
yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy) yang
tidak terpisahkan satu sama lain.
Comments
Post a Comment