ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Aturan Peralihan
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan
yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini.
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih
tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk
selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala
kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Rumusan naskah asli:
Aturan Peralihan
Pasal I
Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada
Pemerintah Indonesia.
Pasal II
Segala badan negara dan peraturan
yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan
Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Pasal IV
Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut
Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan sebuah komite nasional.
Aturan
peralihan atau ketentuan peralihan adalah ketentuan yang memuat
penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan
yang baru. Sedangkan aturan tambahan adalah aturan yang dirumuskan sebagai
tindak lanjut adanya perubahan dalam suatu peraturan perundang-undangan,
khususnya jika ada materi dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
yang perlu ditinjau lagi.
Ketentuan Peralihan adalah salah satu ketentuan dalam
perundang-undangan yang rumusannya dapat didefinisikan "ketika diperlukan
atau jika diperlukan". Definisi ini berarti bahwa tidak semua peraturan
perundang-undangan memiliki Ketentuan Peralihan (Transitional Provision).
Ketentuan Peralihan diperlukan untuk mencegah kondisi kekosongan hukum akibat
perubahan ketentuan dalam perundang-undangan. Perubahan dari ketentuan, antara
lain terkait dengan kondisi seperti pembagian wilayah, perluasan
wilayah,peralihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain atau peralihan
dari yurisdiksi pengadilan. Ketentuan Peralihan sering dirumuskan (formulated
confused) dengan Ketentuan Penutup.
I.
Fungsi Ketentuan Peralihan Dalam Peraturan
Perundang-Undangan
Dalam praktek selama ini masih
terdapat ketidak seragaman atau kerancuan dalam merumuskan ataupun menempatkan
suatu materi peraturan yang lebih tepat dirumuskan dalam Ketentuan Peralihan (Transitional
Provision-Overgangs Bepalingen) ataukah dalam Ketentuan Penutup (Closing
Provision-Slot Bepalingen)? Ketentuan Peralihan (Transitional
Provision–Overgangs Bepalingen) dalam suatu Peraturan Perundang - undangan
merupakan suatu ketentuan hukum yang berfungsi untuk menjaga jangan sampai
terdapat pihak-pihak yang dirugikan dengan adanya perubahan ketentuan dalam
suatu Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan dalam Ketentuan Peralihan
dimaksudkan agar segala hubungan hukum atau tindakan hukum yang telah dilakukan
atau sedang dilakukan dan belum selesai prosesnya berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang diubah (yang lama) jangan dirugikan sebagai
akibat berlakunya peraturan yang baru, tetapi harus diatur seadil mungkin
sehingga tidak melanggar hak-hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain mengenai
jaminan untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D
ayat (1).
Dalam hal terjadi perubahan suatu ketentuan
dalam Peraturan Perundang-undangan maka pembentuk Peraturan Perundang-undangan
harus berhati-hati dalam merumuskan ketentuan dalam Peraturan
Perundang-undangan yang baru jangan sampai melupakan atau mengesampingkan
hubungan hukum atau tindakan hukum yang pernah diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan yang lama perlu diatur kesinambunganya atau penyelesaiannya
dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru.
Perubahan Peraturan
Perundang-undangan antara lain dapat terkait dengan perubahan persyaratan suatu
perijinan, persyaratan pendirian suatu badan hukum, adanya pemekaran atau
pemecahan suatu wilayah, atau perubahan yurisdiksi suatu peradilan.
Kesalahan yang sering terjadi adalah
baik dalam merumuskan maupun menempatkan rumusan status peraturan pelaksanaan
dari suatu Undang-Undang yang telah ada pada saat Undang-Undang dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pembentuk Undang-Undang ada yang
menempatkan ketentuan tersebut dalam Ketentuan Peralihan ada juga yang
menempatkan dalam Ketentuan Penutup, pada hal dalam Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan kedua ketentuan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda
secara esensial antara yang satu dengan yang lain.
Ketentuan Peralihan memuat
penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan
Perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk:
a. menghindari
terjadinya kekosongan hukum;
b. menjamin
kepastian hukum;
c. memberikan
perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
d. mengatur
hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.
Pasal
II Aturan Peralihan UUD 1945 Sebagai Tata Hukum Yang Berlaku di Indonesia
“Semua lembaga negara yang ada masih
tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
Adanya ketentuan yang mengatur bahwa
lembaga negara tetap berfungsi sepanjang melaksanakan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga dimaksudkan agar negara melalui
berbagai lembaga negara yang dibentuknya (seperti MPR, DPR, Presiden, dan MA)
tetap berjalan sebagaimana mestinya untuk menyelenggarakan kegiatan negara dan
pemerintahan, memenuhi kepentingan umum dan kebutuhan rakyat sampai adanya
lembaga baru yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang telah diubah.
Lembaga Negara Sebelum Amandemen
1.
MPR
Sebelum amandemen, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
merupakan lembaga tertinggi negara yang diberikan kekuasaan tak terbatas. Pada
saat itu MPR memiliki wewenang untuk :
Ø Membuat putusan yang tidak dapat ditentang oleh lembaga
negara lain, termasuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
pelaksanaaanya dimandatkan kepada Presiden.
Ø Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
Ø Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden mengenai
pelaksanaan GBHN.
Ø Memberhentikan presiden bila yang bersangkutan melanggar GBHN
Ø Mengubah Undang-Undang Dasar.
Ø Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh
anggota MPR.
Ø Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah
anggota MPR
Ø Menetapkan peraturan tata tertib Majelis
2.
DPR
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan
rakyat yang tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR adalah Anggota
Partai Politik peserta pemilu yang dipilih oleh rakyat. DPR tidak bertanggung
jawab terhadap Presiden. Sebelum diadakannya amandemen, tugas dan wewenang
DPR adalah:
Ø Mengajukan rancangan undang-undang
Ø Memberikan persetujuan atas Peraturan Perundang-undangan
(Perpu)
Ø Memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
Ø Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa.
3.
PRESIDEN
Presiden adalah lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Di Indonesia, presiden menjabat sebagai kepala negara dan juga
kepala pemerintahan. Sebelum amandemen dilakukan Presiden diangkat oleh MPR dan
bertanggung jawab kepada MPR. Selain itu sebelum amandemen juga tidak
dijelaskan adanya aturan mengenai batasan periode jabatan seorang presiden dan
mekanisme yang jelas mengenai pemberhentian presiden dalam masa jabat. Selain
itu pada masa sebelum amandemen, Presiden memiliki hak prerogatif yang besar
Adapun wewenang Presiden antara lain:
Ø Memegang posisi dominan sebagai mandatori MPR
Ø Memegang kekuasaan eksekutif, kuasaan legislatif dan
yudikatif.
Ø Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK
Ø Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam
situasi yang memaksa
Ø Menetapkan Peraturan Pemerintah
Ø Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri
4. Mahkamah Agung (MA)
Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, kekuasaan
kehakiman dilakukan hanya oleh mahkamah agung. Lembaga mahkamah agung bersifat
mandiri dan tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang kekuasaan
lainnya. Wewenang sebelum amandemen
Ø Berwenang mengadili pada tingkat kasasi
Ø Menguji peraturan perundang-undangan
Ø Mengajukan tiga orang hakim konstitusi
Ø Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk memberikan
grasi dan rehabilitasi.
5. BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan)
Sebelum amandemen tidak banyak dijelaskan menenai BPK. BPK
bertugas untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil dari
pemeriksaan keuangan tersebut kemudian dilaporkan kepada DPR.
6. DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
DPA memiliki kewajiban untuk memberi jawaban terhadap
pertanyaan Presiden. DPA juga serta berhak untuk mengajukan usulan kepada
pemerintah. Sama Seperti BPK, UUD 1945 tidak banyak menjelaskan tentang DPA.
Lembaga Negara Setelah Amandemen
1. MPR
Setelah amandemen, MPR adalah lembaga tinggi negara yang
memiliki kedudukan sejajar dengan lembaga tinggi lainnya. MPR juga kehilangan i
wewenang untuk memilih presiden dan wakilnya. Selain itu diatur juga mengenai
sistem keanggotaan MPR yaitu:
Ø MPR terdiri atas Anggota DPR dan DPD .
Ø Anggota MPR memiliki masa jabat selama 5 tahun.
Ø Mengucapkan sumpah atau janji sebelum menjalankan amanat
sebagai anggota MPR
Ø Tugas dan Wewenang MPR setelah amandemen:
Ø Amandemen dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Ø Melantik Presiden dan wakil Presiden yang dipilih lewat
Pemilu
Ø Memutuskan usulan yang diajukan DPR berdasarkan keputusan MK
dalam hal pemberhentian presiden atau wakilnya
Ø MPR diharuskan untuk bersidang paling tidak sekali dalam 5
tahun. Sidang MPR dinyatakan sah apabila:
Ø Untuk memberhentikan Presiden, harus didapat suara setidak
dua pertiga dengan minimum kehadiran anggota dalam sidang sebanyak tiga
perempat dari total jumlah anggota MPR.
Ø Dalam mengamandemen dan menetapkan UUD, suara yang dicapai
harus dua pertiga dari total suara MPR
Ø Selain sidang-sidang diatas, sekurang-kurangnya mendapatkan
suara 50%+1 dari jumlah anggota MPR.
2. DPR
Pasca dilakukannya perubahan terhadap UUD, DPR semakin
diperkuat keberadaannya. Kini DPR memiliki wewenang untuk membuat Undang-undang.
Wewenang ini sebelum amandemen dimiliki oleh Presiden.
Ø Membentuk undang-undang bersama dengan presiden agar dicapai
persetujuan bersama
Ø Membahas dan memberikan persetujuan atas peraturan pemerintan
pengganti undang-undang
Ø Menerima dan membahas usulan RUU dari DPD mengenai bidang
tertentu.
Ø Menetapkan APBN bersama dengan Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
Ø Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN serta
kebijakan pemerintah.
Ø Hak-hak DPR
Ø Hak Interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada
pemerintah
Ø Hak angket, merupakan hak untuk menyelidiki pelaksanaan UU
dan kebijakan yang dibuat pemerintah
Ø Hak imunitas, yaitu hak kekebalan hukum. Anggota DPR tidak
bisa dituntut karena pernyataan atau pertanyaan yang dikemukakan dalam rapat
DPR selama hal tersebut tidak melanggar kode etik
Ø Hak menyatakan pendapat, DPR berhak untuk berpendapat
mengenai:
Ø Pelaksanaan hak angket dan hak interpelasi.
Ø Dugaan bahwa Presiden atau wakil persiden melakukan
pelanggaran hukum.
Ø Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentang kejadian luar
biasa baik di dalam maupun luar negeri.
3. Presiden
Setelah amandemen, kini rakyat dapat secara langsung memilih presidennya
lewat pemilihan umum. Presiden juga tidak perlu lagi bertanggung jawab kepada
MPR karena posisi antara MPR dan Presiden kini sama tinggi.
Wewenang Presiden yang berubah setelah amandemen antara lain:
Ø Hakim agung dipilih oleh presiden berdasarkan pengajuan KY
dan disetujui oleh DPR.
Ø Anggota BPK tidak lagi diangkat oleh Presiden, kini presiden
hanya meresmikan anggota BPK, yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
Ø Wewenang yang dimiliki oleh presiden setelah Amandemen
diantaranya:
Ø Memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD
Ø Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU
Ø Melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan RUU bersama
DPR
Ø Mengesahkan RUU menjadi UU
Ø Menetapkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang dalam
sutuasi yang memaksa
Ø Menetapkan peraturan pemerintah
Ø Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri
Ø Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
persetujuan DPR
Ø Mengangkat duta dan konsul
Ø Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR
Ø Memberi grasi dan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan MA
Ø Memberi amnesti dan abolisi berdasar pertimbangan DPR
Ø Menetapkan hakim agung yang dicalonkan KY dan disetujui DPR
Ø Menetapkan hakim konstitusi yang calonnya diajukan oleh DPR
dan MA
Ø Mengangkat dan memberhentikan KY dengan persetujuan DPR.
4. DPD
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang dibentuk
setelah amandemen. DPD merupakan langkah untuk mengakomodir kepentingan daerah
di tingkat nasional. Tugas dan wewenang DPD :
Ø Mengajukan RUU pada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah
Ø Memberi pertimbangan tentang RUU perpajakan, pendidikan dan
keagamaan.
5. BPK
BPK merupakan lembaga tinggi Negara yang memiliki wewenang
untuk mengawas serta memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
temuan BPK dilaporkan kepada DPR dan DPD, kemudian ditindak oleh penegak hukum.
BPK berkantor di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. DPR
memilih anggota BPK dengan pertimbangan DPD. Barulah setelah itu Anggota baru
diresmikan oleh Presiden.
6. DPA. Keberadaan DPA dihapuskan pada amandemen UUD 1945 yang ke 4
7. MA
MA merupakan lembaga negara yang memiliki kuasa untuk
menyelenggarakan peradilan bersama-sama dengan MK. MA membawahi badan peradilan
dalam wilayah Peradilan Umum, Peradilan militer, Peradilan Agama, dan Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN). Kewajiban dan wewenang MA:
Ø Memiliki fungsi yang berhubungan dengan kuasa kehakiman.
Fugsi ini diatur dalam UU
Ø Berwenang mengadili di tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang.
Ø Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
Ø Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan
rehabilitasi
Ø Mengajukan anggota Hakim Konstitusi sebanyak 3 orang
8. MK (Mahkamah Konstitusi)
Keberadaan MK dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi. Bersama dengan MA, MK menjadi lembaga tinggi negara yang memegang
kuasa kehakiman. Anggota Hakim Konstitusi ditetapkan oleh Presiden, sedang
calonnya diusulkan oleh MA, DPR dan pemerintah. MK Mempunyai kewenangan:
Ø Menguji UU terhadap UUD
Ø Memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga negara
Ø Memutuskan pembubaran partai politik
Ø Memutuskan sengketa yang berhubungan dengann hasil pemilu
Ø Memberikan putusan tentang dugaan pelanggaran oleh presiden
atau wakilnya.
9. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial berfungsi mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon Hakim Agung. KY merupakan lembaga negara yang bersifat
mandiri. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas 7 orang yaitu, dua orang mantan
hakim, dua orang akademisi hukum, dua orang praktisi hukum, dan satu dari
anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5
(lima) tahun.Wewenang dan tanggung jawa KY:
Ø Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc MA.
Ø Menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, serta perilaku
hakim.
Ø Dengan MA, bersama menetapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH)
Ø Menegakkan KEPPH.
Comments
Post a Comment